Manado, GN – Pemilihan Umum merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat dengan tujuan untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Demokrasi yang diawali dari pemilu, harus menghasilkan pemimpin yang bermartabat. Dan pemilu yang bermartabat, diawali dari penyelenggara pemilu yang bermartabat pula. Artinya, proses penyelenggaraan pemilu hasil akhirnya adalah memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mensejahterakan masyarakat.
Hal ini disampaikan Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo dalam acara Ngetren Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media), Jumat (6/11/2020) malam di Hotel Four Point, Kota Manado.
“Indonesia adalah negara yang plural tetapi ika. Karena adanya plural dan ika, maka nilai-nilai persatuan yang tertuang dalam Pancasila harus dijaga supaya NKRI tidak runtuh dan tetap utuh. Untuk menjaga nilai-nilai NKRI maka dalam kontestasi pemilu atau pilkada harus mendasarkan pada filsafat pemilu,” kata dia, di hadapan pewarta Kota Manado.
Kepada sejumlah pewarta Prof. Teguh menjelaskan tentang filsafat pemilu yang diserap dari nilai-nilai Pancasila dengan memegang prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan social welfare.
Guru Besar Universitas Pelita Harapan ini mengatakan hingga saat ini pemilu di Indonesia belum dibangun di atas nilai atau pijakan filsafat yaitu keanekaragaman dan persatuan atau Bhineka Tunggal Ika. “Beranekaragam tetapi satu, plural tetapi diikat menjadi satu. Nilai yang mengikat inilah sebagai filsafat atau pijakan sehingga menjadi kokoh dan tidak mudah digoyang apapun,” lanjutnya.
Prof. Teguh meyakini dengan filsafat pemilu, berkontestasi tetapi mempunyai pijakan nilai. Jika para penyelenggara dikuatkan nilainya untuk berpegang pada prinsip etika, maka penyelenggara pemilu akan memartabatkan peserta pemilu dan pasangan peserta pemilu, tidak curang, berlaku adil, tidak mengganggu suara, serta menghargai hak-hak pemilih.
Dia memberi contoh kasus di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah ada lima orang penyelenggara pemilu yang diberhentikan tetap karena terbukti telah menghilangkan hak seseorang untuk maju dalam kontentasi pilkada.
“Jadi berkontestasi itu jangan sampai menggoyangkan NKRI dengan mengadu domba. Oleh sebab itu harus berdasarkan pada pijakan filsafat pemilu. Filsafat pemilu ini saya kembangkan dari nilai-nilai Pancasila. Artinya, boleh berkontestasi tapi tetap takut Tuhan, menjunjung tinggi manusia, menjaga persatuan, nilai luhur, keaslian suara. Berkontestasi jangan menjelekkan calon lain. Inilah filsafat pemilu,” jelasnya.
Lanjutnya, dengan berpijak kepada filsafat pemilu, maka akan terwujud pilkada bermartabat. Pijakan pemilu dibangun karena terbentuknya Indonesia karena keanekaragaman. Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku, berbagai golongan. Indonesia adalah plural tapi ika dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dimulai dari Sumpah Pemuda. Oleh sebab itu nilai yang sudah mempersatukan ini perlu dirawat.
Penulis 38 buku ini menuturkan bahwa dia telah menyampaikan terkait filsafat pemilu yang merupakan derivasi nilai-nilai lihur Pancasila kepada Wantannas disampaikan kepada Presiden beberapa waktu lalu. NKRI terbentuk karena keanekaragaman tetapi menjadi satu karena karena rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai dari Pancasila inilah yang menjadi filsafat pemilu sebagai fondasi dalam berkontestasi di pilkada. Kontestasi dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip pemilu, tidak boleh melanggar ajaran Tuhan, boleh menggoyang dengan isu sara, tidak boleh jual beli suara suara rakyat dan harus mensejahterakan masyarakat.
“Nah inilah pijakan untuk pemilu atau bermartabat. Bermartabat lebih tinggi dari integritas. Integritas sudah selesai, itu hal yang teknis. Bermartabat itu artinya mememanusiakan manusia. Yang kita manusiawikan adalah penyelenggara pemilu, bagaimana mereka diberi pemahaman filsafat. Jika pijakan filsafat kokoh maka mereka akan ‘ngewongke uwong’, menghargai pasangan calon, tidak akan menghilangkan, mengganggu, dan mengganti suara rakyat. Penyelenggara akan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk berkontestasi secara bermartabat,” pungkasnya.
Penyelenggara pemilu yang bermartabat merupakan prasyarat penting bagi penguatan demokrasi. Penyelenggara pemilu yang bermartabat meningkatkan kepercayaan masyarakat, partisipasi pemilih, dan kualitas hasil pemilu itu sendiri. Tidak hanya itu, pemilu bermartabat juga membantu bagi upaya meminimalisir potensi konflik sosial dan konflik politik di tengah masyarakat.
Penyelenggara pemilu memiliki peran penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang bermartabat. Kredibilitas dan kapasitas penyelenggara pemilu yang mumpuni akan sangat membantu bagi terciptanya tertib administrasi pemilu, kepatuhan terhadap regulasi, dan terjaganya kualitas hasil pemilu. (*/red)