Oleh:Patrisia H Supit,S.Pd,MPd Dosen FIP Unika De La Salle Manado
Manado,GN- Pendidikan merupakan suatu proses perbaikan hidup individu, wadah untuk mengembangkan ilmu, berkompetisi,bahkan bersosialisasi agar menjadi pribadi-pribadi terdidik. Menurut Buchori dalam Trianto (2007: 1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber daya manusia akan terus diperbaharui selayaknya perbaikan pendidikan yang berkualitas, dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan masa depan yang semakin modern. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa, dengan demikian pendidikan itu ialah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau kegiatan yang berlangsung di sekolah (Syaiful 2007: 3).
Menulis dapat dianggap sebagai suatu proses maupun suatu hasil. Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. Menurut Heaton dalam St. Y. Slamet (2008:141) menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks.Solehan, dkk (2008: 9.4) mengungkapakan kemampuan menulis bukanlah kemampuan yang diperoleh secara otomatis. Solehan menjelaskan bahwa kemampuan menulis seseorang bukan dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh melalui tindak pembelajaran. Berhubungan dengan cara pemerolehan kemampuan menulis, seseorang yang telah mendapatkan pembelajaran menulis belum tentu memiliki kompetensi menulis dengan andal tanpa banyak latihan menulis.Bagi anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar pengertian menulis seperti itu tepat sebab ketika dia menulis Dia hanya terbatas untuk sekedar menghasilkan tulisan, dari huruf menjadi kata kemudian menjadi frasa kalimat, dan seterusnya. Mengerti atau tidak mengerti makna dari seluruh rangkaian lambang-lambang bahasa tulis tidak menjadi persoalan.
Dalam kegiatan belajar-mengajar khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, aktifitas guru selalu terlihat lebih aktif dan siswa kelihatan pasif atau dengan kata lain pembelajaran hanya terpusat pada guru (Theacher centre), guru hanya menjelaskan apa yang sudah ada dan tidak mau merepotkan diri untuk mengembangkan materi, menggunakan alat maupun bahan yang mendukung proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran seperti itulah yang membuat siswa merasa bosan, dan tidak termotivasi untuk belajar. Dengan begitu siswa beranggapan bahwa belajar itu hanya menerima informasi, dan menghafal materi saja yang di butuhkan, kegiatan belajar mengajaryang monoton, peserta didik lebih sering menerima informasi, mencatat apa yg sudah ditulis di papan ataupun buku cetak, sedikit interaksi antara guru dan peserta didik sehingga membuat peserta didik bosan,dan pembelajaran tidak berlangsung secara efektif.
Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus kreatif dalam memilih model atau metode pembelajaran untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar dari siswa. Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan pada anak SD yaitu model pembelajaran NHT, dimana model pembelajaran NHT merupakan model pembelajaran yang variasi diskusi kelompok.
Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78) dalam Jais-amq, dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatife struktur kelas tradisional, Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen dalam Trianto (2007: 62-63) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Dalam pembelajaran tentunya yang diharapkan adalah peningkatan hasil belajar dari siswa. Uzer Usman (1997), berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan tingkahlaku individu sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan sehingga mampu berinteraksi dengan baik dengan lingkungan. Mulyana (1999), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
Nana Sujana (2000), menyatakan bahwa ada tiga ranah (domains) hasil belajar yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ranah kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
Dalam penelitian yang dilaksanakan di kelas IV SD dengan diterapkan model pembelajaran NHT pada pembelajaran Bahasa Indonesia, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Terlihat motivasi dan semanagat siswa untuk belajar juga meningkat. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kreativitas guru dalam memilih model pembelajaran yang cocok dengan materui sangat berpengaruh dengan hasil belajar dari siswa. (**)