JAKARTA,GN- Keputusan Presiden Jokowi mengangkat 7 orang staf khusus yang berusia muda (milenial) disambut positif oleh Rumah Nawacita. Eks organisasi relawan pemenangan Jokowi-Amin ini menilai keputusan tersebut semakin meyakinkan anak-anak muda Indonesia mendapat tempat dalam menentukan arah dan masa depan bangsa.
“Sekali lagi, Presiden Jokowi mengambil kebijakan di luar pakem. Out the box. Keputusan mengangkat 7 milenial dalam posisi strategis itu sangat mengejutkan, namun tampaknya Presiden memahami selera dan suara anak-anak muda Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Rumah Nawacita, Raya Desmawanto, MSi kepada media, Sabtu (23/11/2019).
Raya menyatakan, keberanian Jokowi mengangkat 7 stafsus milenial sekaligus merupakan sebuah batu ujian dan kesempatan anak-anak muda yang sudah berkarya di level start up untuk semakin membuktikan kemampuannya.
“Ini akan membuka keran partisipasi, kompetisi dan uji kemampuan anak-anak muda Indonesia untuk semakin giat dan bersemangat serta terlibat aktif bersuara untuk kepentingan dan kebaikan negara. Ibaratnya, 7 milenial itu etalase baru yang akan memotivasi anak-anak muda Indonesia lainnya untuk ikut maju, aktif bersuara dan ikut dalam pembangunan bangsa negara,” tegas Raya.
Namun, kata Raya pada sisi lain keputusan Presiden Jokowi tersebut merupakan ‘pukulan telak’ bagi kampus-kampus di Tanah Air. Soalnya, sebanyak 6 dari 7 milenial yang menjadi stafsus tersebut merupakan alumni jebolan kampus luar negeri. Publik, kata Raya bertanya-tanya mengapa kampus di dalam negeri tidak mampu menghasilkan alumni milenial yang sesuai dengan selera Istana (Presiden).
“Saya melihat ini cambuk dan pukulan keras bagi kampus-kampus di Tanah Air. Ada pertanyaan besar, mengapa kampus di dalam negeri kesannya tidak mampu menciptakan milenial selera Presiden. Emang ada apa dengan kampus kita? Saya tidak tahu apakah ini cuma sekadar kebetulan, tapi memang kalau dilihat datanya ya begitu,” tegas Raya.
Kondisi ini kata Raya harus menjadi motivasi dan beban moral bagi Kemendikbud dan Kemenristek untuk berbenah diri. Sebab, selama ini dikesankan perguruan tinggi terjebak pada birokratisasi pendidikan dan penelitian, bahkan output penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan tren pasar.
“Mumpung Mendikbud kita juga masih milenial (Nadiem Makarim), maka ini menjadi kesempatan Beliau untuk membuktikan kelas dan kemampuannya. Sehingga kelak, Istana tidak lagi memprioritaskan milenial asal kampus luar negeri, namun juga memberi prioritas bagi anak-anak muda Indonesia di kampus dalam negeri,” kata Raya. (*)